Tentang Menuntaskan Rindu dan Dendam Menjadi Satu

Tentang Menuntaskan Rindu dan Dendam Menjadi Satu
Spread the love

Perkenalan saya dengan Eka Kurniawan terjadi secara tidak disengaja saat sedang mengunjungi toko buku. Eka menyapa saya lewat karyanya berjudul O yang saat itu baru terbit. Tertarik dengan judulnya yang begitu simpel, O, saya jadi penasaran novel macam apa itu. Tapi waktu membalik buku, saat saya berharap bisa menemukan sinopsis cerita, ternyata hasilnya zonk.

Lalu saya mulai menjelajah ke buku di sebelahnya, ada lagi novel karya Eka yang lain yang akhirnya juga menarik perhatian saya. Saya mengambil LELAKI HARIMAU dan agak terkejut karena novel itu mendapat review dari media asing. Begitu pun yang berjudul SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS juga mendapat review positif dari The New York Times. Siapa sih orang ini? Begitu pertanyaan saya waktu itu.

Hari itu saya nggak beli bukunya sih. Tapi penasaran bikin saya harus Googling siapa itu Eka Kurniawan yang ternyata bukunya udah diterjemahkan ke lebih dari 24 bahasa di dunia! Damn, keren banget. Saat itu juga saya udah bertekad buat menjadikannya sebagai salah satu penulis yang karyanya wajib dibaca. Yaa, biarpun ada kekhawatiran tersendiri, takut kalau otak saya nggak bisa mencerna.

Akhirnya, saya memilih kumpulan cerpen bertajuk PEREMPUAN PATAH HATI YANG KEMBALI MENEMUKAN CINTA MELALUI MIMPI. Nggak berat sama sekali sih, cuma kadang ada beberapa cerita yang bikin nggak paham maksudnya. Setahun kemudian, tepatnya awal Januari ini, saya mencoba meneruskan perjalanan membaca saya lewat SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS.

Bahasanya sederhana, mudah dipahami, tapi benar-benar brutal. Brutal dalam makna yang sebenarnya, baik itu dari sisi karakter hingga jalan cerita.

Awalnya saya kira bakal menghabiskan waktu berminggu-minggu buat membaca buku ini. Ternyata nggak sampai seminggu udah selesai. Dan reaksi pertama saya waktu membaca bukunya cuma satu: shock! Bahasanya sederhana, mudah dipahami, tapi benar-benar brutal. Brutal dalam makna yang sebenarnya, baik itu dari sisi karakter hingga jalan cerita.

Tentang Menuntaskan Rindu dan Dendam Menjadi Satu
Quote dalam novel. Image copyright by: tamankosong.wordpress.com

Novel ini punya banyak karakter yang hebatnya, semuanya terasa begitu hidup. Tokoh utamanya, Ajo Kawir, diceritakan sebagai seorang pria yang punya konflik dengan dirinya sendiri, yaitu kemaluannya yang tidak bisa bangun. Di sini, Eka meramu sebuah premis hubungan sebab akibat dengan plot cerita yang begitu apik. Ada sebuah kejadian yang menjadi awal mula dari konflik ini, dan ada akibat beruntun yang kemudian mengubah kehidupan tokoh utama mengalami sebuah proses.

Dan iya, keseluruhan cerita di novel ini memang berfokus pada si burung yang nggak bisa berdiri. Kalau kamu nggak suka baca cerita yang vulgar dan brutal, saya sarankan jangan membaca buku ini. Karena dari awal sampai akhir kamu cuma bakal menemukan betapa detailnya Eka menggambarkan setiap adegan seks dan kekerasan yang begitu gamblang dan mendominasi setiap bagian cerita. Iya, saya bilang sangat detail sehingga kamu bisa membayangkan dengan nyata adegan itu di kepalamu.

Karakternya juga nggak ada yang ‘waras’ menurut saya. Ada yang tukang berkelahi, pembunuh berdarah dingin, wanita gila yang sering diperkosa polisi, perempuan yang pernah dicabuli gurunya waktu kecil, sampai pemuda yang sering dilecehkan pria yang lebih dewasa semuanya ada di sini. Dan semuanya diceritakan dengan begitu blak-blakan, seolah Eka tak mengenal adanya sensor.

Eka menjadi contoh nyata kalau seorang penulis nggak seharusnya membredel isi kepalanya sendiri.

Yang bikin saya lebih tercengang, novel ini sama sekali nggak terkesan receh dan picisan biarpun punya gaya bahasa yang brutal. Dia tetap terlihat begitu elegan, dan inilah bukti kepiawaian Eka menentukan formulasi yang tepat dalam novelnya. Ide Eka mengalir dengan begitu lugas, deras, dan tajam. Imajinasinya berkembang bebas secara liar dan sama sekali tak ada pembredelan. Seakan tidak mengenal bahwa masih ada masyarakat yang menganggap bahasan seperti itu tabu dan nggak sesuai dengan budaya bangsa. Tapi coba deh lihat lebih dekat, barangkali cerita yang dikisahkan Eka itu memang benar ada secara nyata di sekitar, hanya saja kita yang terlalu menutup mata?

Menurut saya, Eka mengkritik moral bangsa dengan semua kepingan cerita yang ada dalam novel ini. Bobroknya moral para tokoh dalam cerita seperti membongkar apa yang memang terjadi di sekeliling kita seiring dengan zaman yang semakin berubah. Jika penulis lain membuat penokohan sesempurna mungkin, Eka melawan arus dengan menciptakan tokoh-tokoh yang punya ‘sakit’-nya sendiri. Karena kenyataannya dunia tempat tinggal manusia memang sudah tidak sehat, jadi siapa yang mampu mempertahankan kewarasannya?

Dan sesuai judulnya, SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS benar-benar mengajarkan pada kita bahwa dendam dan rindu memang harus diselesaikan hingga tuntas. Setidaknya itulah salah satu cara bertahan hidup di zaman yang sudah edan ini, agar kita tetap bisa waras.

Baca Juga Dong:

Susahnya Meminta Maaf

Ketika Tuhan Memiliki Rencana, Percayalah Kalau Itu yang Terbaik

Beda Xiaomi Garansi Resmi dan Distributor, Pilih yang Mana?

Break Menulis Itu Nggak Dosa Kok!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *